Pages

Ads 468x60px

Wednesday, January 19, 2011

USAHA & TAWAKKAL..


Oleh: Abu Nu’aim al-Atsari
Sebenarnya Islam telah memberikan solusi dari beragam problema karena Islam diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia dalam mengarungi kehidupan dimayapada. Coba renungkan sabda panutan kita Rasululloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam yang telah bersabda:
عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله خير وليس ذاك لأحد إلا للمؤمن إن أصابته سراء شكر فكان خيراله وإن أصابته ضراء صبر فكان خيراله
Sangat menakjubkan perkara orang mukmin itu. Semua perkaranya adalah baik. Hal ini tidak didapati kecuali pada orang mukmin. Yaitu jika menerima nikmat dia bersyukur maka ini baik baginya dan jika tertimpa musibah bersabar dan ini juga baik baginya.” (HR. Muslim: 2999)
Kewajiban lain bagi seorang mukmin ketika menghadapi kesulitan hidup adalah tawakal kepada Alloh Azza wa Jalla. Berbekal tawakal ini seorang mukmin mampu menghadapi kehidupan dengan optimisme tinggi dan akan mendapatkan kemudahan dari Alloh Yang Maha Pemurah.
URGENSI TAWAKAL
Tawakal adalah separuh agama. Separuh lainnya adalah inabah. Sebab agama itu terdiri dari isti’anah[1] dan ibadah[2]. Tawakal adalah isti’anah dan inabah adalah ibadah, bahkan merupakan ubudiyah semata-mata dan tauhid murni, jika pelakunya benar-benar merealisasikannya. (lihat Madarijus Salikin, Ibnul Qoyyim, 2/118)
Alloh memerintahkan hamba-Nya agar bertawakal pada banyak ayat, diantaranya:
Dan hanya kepada alloh hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah: 23)
Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. at-Thalaq: 3)
Dan tawakallah kepada Alloh. Cukuplah Alloh menjadi pelindung.” (QS. an-Nisa’: 81)
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. al-Imran: 159).

Rasululloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ويدخل الجنة من هؤلاء سبعون ألفا بغير حساب...هم الذين لا يسترقون ولا يتطيرون ولا يكتوون وعلى ربهم يتوكلون
Akan masuk surga dari umatku tujuh puluh ribu orang tanpa dihisab…mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak menyandarkan kesialan kepada burung dan sejenisnya, tidak berobat dengan besi panas dan mereka bertawakal kepada Robb mereka.” (HR. Muslim: 5378/218)

DEFINISI TAWAKAL

Tawakal artinya menyerahkan urusan kepada pihak lain atau menggantungkan kepadanya. Hal ini disebabkan karena percaya penuh kepada yang diserahi atau ketidakmampuan menangani sendiri. (lihat an-Nihayah fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir, 5/221)
Imam Ibnu Qudamah Rohimahulloh, berkata: “Tawakal merupakan ungkapan dari penyandaran hati kepada yang disandari. Seseorang tidak tawakal kepada selainnya kecuali meyakini hal-hal berikut: adanya kecintaan, kekuatan, dan petunjuk. Jika kamu telah mengetahuinya, maka analogikan dengan tawakal kepada Alloh Azza wa Jalla. Jika telah mantap dalam hatimu, tiada yang berbuat kecuali Alloh dan engkau telah meyakini bahwa ilmu, kemampuan, dan rahmat Alloh sempurna, tiada lagi quroh, ilmu dan rahmat selainnya, maka engkau harus tawakalkan hatimu kepada-Nya, jangan berpaling kepada selain-Nya. Jika engkau tidak mendapati ini dalam hatimu maka ada dua sebab, pertama, lemahnya keyakinan terhadap perkara-perkara tadi. Kedua, lemahnya hati karena digerogoti rasa takut dan rasa was-was yang mendominasi.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin, 363)

Imam Ahmad Rohimahulloh, berkata: ”Tawakal adalah amalan hati. Dengan begitu tawakal merupakan amalan yang dilakukan hati, bukan amalan lisan atau aktifitas anggota badan. Dan tidak termasuk bagian ilmu dan pengetahuan.” (Madarijus Salikin, Ibnul Qoyyim 2/119)
Imam Ibnu Rajab Rohimahulloh, berkata: ”Hakekat tawakal adalah hati benar-benar bergantung kepada Alloh Azza wa Jalla guna memperoleh maslahat dan menolak mudhorot dari urusan-urusan dunia dan akhirat.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 567, hadits no.49)

Hal senada dikemukakan Syaikh Ibnu Utsaimin Rohimahulloh, “Tawakal adalah menyandarkannpermasalahan kepada Alloh dalam mengupayakan upaya yang dicari dan menolak apa-apa yang tidak disenangi disertai percaya penuh kepada Alloh dan menempuh sebab{3} yang diizinkan syariat.” Lanjutnya, “Ini adalah definisi yang paling mendekati kebenaran. Tawakal memiliki dua syarat. Pertama, penyandaran diri kepada Alloh dengan sebenar-benarnya dan nyata. Kedua, harus menempuh sebab yang diizinkan syariat.” (al Qaulul Mufid ala Kitabit Tauhid, Ibnu Utsaimin, 2/87-88)

Lantas apa bedanya dengan yakin? Yakin adalah kekuatan iman dan keteguhan bagaikan melihat apa yang dikabarkan Alloh dan Rasul-Nya dengan mata kepala lantaran kekuatan keyakinannya. Yakin adalah keteguhan dan keimanan yang tidak tersusupi keraguan sedikitpun. Keyakinan ini membuahkan tawakal kepada Alloh Azza wa Jalla…
Dengan dua hal ini, yakin dan tawakal, seseorang akan memperoleh apa yang diinginkan di dunia dan di akhirat. Dia hidup dengan nyaman, tenang, dan berbahagia karena dia meyakini apa yang dikabarkan Alloh dan Rasul-Nya dan bertawakal kepada-Nya. (Syarah Riyadhus Shalihin, Ibnu Utsaimin, 2/497-498, lihat juga Bahjah Nazhirin, Salim bin Ied al Hilali 1/149).
TAWAKAL BUKAN PASRAH
Sebagian orang menyangka, bahwa tawakal identik dengan pasrah total. Dan hal ini merupakan anggapan yang sangat keliru, karena tawakal itu menuntut akan rasa optimis dan aktif.
Perhatikan dalil-dalil berikut:
Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. at-Thalaq: 3)
Dalam ayat ini Alloh menjamin akan memberi kecukupan kepada orang-orang yang bertawakal termasuk rizki. Apakah artinya orang tersebut tidak berupaya dan tidak kerja lantas tiba-tiba memperoleh rizki dari langit? Apakah ada orang yang berkeinginan memiliki anak tetapi tidak pernah mengumpuli istrinya lantas diberi anak? Tentu tidaklah demikian.

Orang yang ingin terpenuhi kebutuhannya harus bekerja, sama halnya dengan orang yang ingin memiliki anak maka ia harus beristri dan mengumpuli istrinya tersebut. Jadi tidak mungkin Alloh memberi rizki kepada seseorang tanpa adanya ihtiar (upaya) sedikitpun.
Hadits berikut akan membantu untuk memperjelas hal tersebut.
Dari Umar bin Khaththab Rodhiyallohu Anhu, Rasululloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Andaikan kalian tawakal kepada Alloh dengan sebenarnya niscaya Alloh akan memberi rizki kepada kalian seperti memberi rizki kepada urung. Mereka pergi pagi dengan perut kosong dan pulang sore dengan perut kenyang.” (Shahih,HR. Tirmidzi: 2344, dan berkata hadits hasan shahih, Ibnu Majah: 4164, Ahmad, dishahihkan al-Albani)

Tawakal burung adalah dengan pergi mencari makanan, maka Alloh jamin dengan memberikan makanan kepada mereka. Burung-burung itu tidak tidur saja di sarang sambil menunggu makanan datang akan tetapi ia pergi jauh mencari makanan untuk dirinya dan anak-anaknya. Begitu pula seharusnya dengan manusia. Apalagi mereka (manusia) diberi kelebihan yang banyak dibandingkan dengan burung.

Hal tersebut diperkuat pula oleh hadits berikut:
Dari Anas bin Malik Rodhiyallohu Anhu, berkata, “Seseorang berkata kepada Rasulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam, ‘Wahai Rasululloh, aku ikat onta ini dan aku bertawakal atau aku lepas dan aku bertawakal?’ Jawab beliau, ’Ikat lalu bertawakallah.” (HR. Tirmidzi: 2517, Ibnu Hibban: 731, dihasankan al-Albani)

Usai membantah anggapan tersebut Ibnu Qudamah Rohimahulloh, berkata, “Syariat memuji orang-orang yang bertawakal. Dampak tawakal ini nampak pada aktifitas badan dan usaha meraih tujuan. Usaha hamba itu ada kalanya untuk meperoleh manfaat atau menyimpan sesuatu yang didapat, menolak kemudhorotan yang belum datang atau menghilangkannya usai menimpa seperti berobat.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin, 365)

Al-Hafizh Ibnu Hajar Rohimahulloh, berkata, “Tawakal itu bukan berarti tidak berusaha dan menggantungkan pada makhluk, sebab hal itu justru dapat menyeret kepada lawan dari tawakal. Imam Ahmad Rohimahulloh pernah ditanya tentang seseorang yang hanya duduk di rumah atau di masjid seraya berkata, ‘Aku tidak akan berusaha sedikit pun sampai datang rizki kepadaku.’ Jawabnya, ‘Orang ini jahil (bodoh), sebab Nabi Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Alloh menjadikan rizkiku di bawah naungan pedangku.’ Dan sabdanya, ‘andaikan kalian tawakal kepada Alloh dengan yang sebenar-benarnya niscaya Alloh akan memberi rizki kepada kalian seperti telah memberi rizki kepada burung. Mereka pergi pagi dengan perut kosong dan pulang sore dengan perut kenyang.’ Nabi menyebutkan, kawanan burung tersebut pergi pagi-pagi untuk mencari rizki. Dan para sahabat berdagang dan memelihara pohon-pohon kurma mereka. Maka contohlah mereka.’” (Fathul Bari)

Sahl bin Abdillah at-Tustari Rodhiyallohu Anhu, berkata, “Siapa yang mencela aktifitas (maksudnya usaha dan kerja-pen), berarti mencela sunnah dan siapa yang mencela tawakal berarti mencela iman. Tawakal adalah keseharian Nabi Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam dan usaha adalah sunnah beliau. Maka siapa yang beraktifitas seperti keadaan nabi, janganlah meninggalkan sunnahnya.” (Madarijus Salikin,Ibnu Qoyyim 2/121, lihat juga Jami’ul Ulum wal Hikam, hal.567)

Usai menjelaskan hadits Umar bin Khoththob Rodhiyallohu Anhu dimuka, Syaikh Ibnu Utsaimin Rohimahulloh, berkata, “Pada hadits ini terdapat dalil, bahwa manusia ketika tawakal kepada Alloh Azza wa Jalla dengan sebenar-benarnya maka harus melakukan sebab. Orang yang berkata, ‘Aku tidak akan menempuh sebab (tidak berusaha), aku bertawakal kepada Alloh’ adalah sesat, ucapannya salah. Orang bertawakal adalah orang yang mengupayakan sebab dengan menyandarkan upayanya kepada Alloh Azza wa Jalla.” Oleh karena itu beliau mengatakan, “Sebagaimana Alloh memberi rizki kepada burung, dia pergi pagi dalam keadaan lapar. Burung tersebut pergi untuk mencari rizki. Dia tidak hanya nongkrong di sarangnya tetapi pergi mencari rizki.”

Jika engkau tawakal kepada Alloh dengan benar, engkau harus melaksanakan sebab yang disyariatkan Alloh bagimu, yaitu mencari rizki secara halal, bisa dengan bertani, berdagang, atau menjadi pekerja pada pekerjaan apa saja yang dapat mendatangkan rizki. Carilah rizki dengan bergantung kepada Alloh niscaya Alloh akan memudahkan rizki bagimu. (Syarah Riyadhus Shalohin, Ibnu Utsaimin, 2/520)
Nabi Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang paling tawakal kepada Alloh azza wa Jalla. Namun demikian, beliau melakukan usaha. Pada saat beliau berpergian membawa perbekalan, ketika perang Uhud memakai dua baju besi dan ketika hijrah ke Madinah menyewa penunjuk jalan. Beliau tidak mengatakan, “Aku akan hijrah dan aku tawakal kepada Alloh, tidak perlu menyewa penunjuk jalan.” Beliau juga berlindung dari panas dan dingin. Hal ini tidak mengurangi tawakalnya.

Namun harus diperhatikan, siapa yang tawakalnya kepada usaha lebih dominan, otomatis tawakalnya kepada Alloh akan berkurang. Akibatnya keyakinan bahwa Alloh Maha Mencukupi menjadi cacat. Seakan-akan dia memposisikan upaya tadi menjadi satu-satunya sandaran untuk mencapai tujuan dan menghindari sesuatu yang tidak diinginkan. Sebaliknya, siapa yang ketergantungannya kepada Alloh berlebih-lebihan, mengalahkan upaya (artinya dia hanya menyandarkan kepada Alloh semata tanpa upaya yang cukup-pen) sungguh dia telah mencela sifat hikmah Alloh. Karena Alloh telah menjadikan sesuatu itu dengan media sebab. Maka siapa yang hanya bergantung kepada Alloh (tanpa upaya) berarti mencela sifat hikmah Alloh. Sebab Alloh itu Maha Hikmah, Dia mempertautkan sebab dengan akibat. Orang yang hanya bergantung kepada Alloh bagaikan orang yang menginginkan anak tetapi tidak menikah. (lihat al Qaulul Muid, 2/87-88)

Catatan Kaki:
[1] Inabah adalah kembali kepada Alloh dengan mentaati-Nya dan menjauhi bermaksiat kepada-Nya, hampir sama dengan makna
taubah. (lihat Syarah Ushul Tsalatsah, Ibnu Utsaimin, hal.61).
[2] Imam Ibnul qoyyim mengisyaratkan kepada ayat 5 surat al Fatihah, ayat ini merupakan inti dari agama Islam.
[3] Sebab adalah upaya dan aktifitas yang dilakukan untuk meraih tujuan, seperti berobat agar sembuh, bekerja agar dapat rizki,
dan semacamnya.

Dinukil dari: Majalah Al Furqon. Edisi: 3 Tahun V. Syawal 1426. November 2005

0 fikr:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...